Tidak peduli ia tampil kompleks dengan
jajaran masalah dari A hingga Z, atau justru hanya sebatas sebuah film
yang membahas dampak dari rusaknya rautan pensil ketika ujian pada masa
depan seorang pelajar, yang penonton cari sederhana, hiburan yang
menyenangkan. Film ini mencoba menghadirkan hal yang pertama tadi, tapi
sayangnya justru hal sederhana yang berhasil menyelamatkan muka mereka
sebagai sebuah kesatuan. No Tears for the Dead (Wooneun Namja), make
sure you can control the story before you make a complex movie.
Seorang pria bernama Gon (Jang Dong-Gun) masih terus dihantui oleh masa
lalu kelam nya terkait perlakuan dari sang ibu ketika ia pindah ke
Amerika Serikat. Tekanan serta lingkungan yang salah menjadikan Gon
tumbuh menjadi seorang pembunuh berdarah dingin dan tergabung didalam
organisasi kejahatan. Gon merupakan seorang hitman yang sangat handal,
namun pada sebuah misi didalam sebuah klub ia melakukan satu kesalahan
yang sangat fatal, Gon tidak sengaja membunuh seorang gadis kecil tak
berdosa yang merupakan anak dari salah satu kliennya.
Rasa bersalah dan malu langsung menjadikan Gon mengambil keputusan untuk
berhenti menjadi seorang hitman, namun sang boss berkata lain.
Peristiwa sebelumnya itu ternyata telah menciptakan masalah yang
melibatkan konspirasi yang lebih besar, akibatnya Gon diminta untuk
melaksanakan sebuah tugas yang dijanjikan merupakan tugas terakhir
baginya, pulang ke tanah kelahirannya Korea dan kemudian membunuh
seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang risk manager bernama
Mo-gyeong (Kim Min-hee), wanita yang merupakan ibu dari anak perempuan
yang Gon bunuh sebelumnya.
Sedikit bingung untuk menjelaskan apa alasan utama yang menjadikan film
yang ditulis dan di sutradarai oleh Lee Jeong-beom ini sebagai sesuatu
yang menarik pada tahap awal, adanya The Man From Nowhere
di filmography miliknya, atau sosok Jang Dong-gun yang sukses
melelehkan hati wanita di A Gentleman's Dignity, mungkin pula Kim
Min-hee yang kuat dalam memancarkan emosi penuh kesedihan karakter yang
ia mainkan. Sebut saja anda memilih salah satu dari tiga opsi yang
tersedia tadi maka hasil akhir yang akan anda dapatkan mungkin tidak
akan begitu buruk.
Sayangnya hal yang sama tidak terjadi ketika mereka digabungkan menjadi
satu kesatuan. Potensi tentu saja ada, apalagi dengan tema standard
sekalipun sangat besar kemungkinan hadirnya sebuah dramatisasi yang
setidaknya berada pada level cukup baik dari film-film Korea.
No Tears for the Dead juga punya itu dengan sektor terkuat terletak pada
rasa kehilangan yang dialami oleh Mo-gyeong pada putrinya yang juga
menjadi awal dari perluasan cerita menjadi sebuah konspirasi kejahatan
yang rumit. Ya, rumit, dan ini yang menjadi masalah dari No Tears for
the Dead, ia seperti di set oleh Jang Dong-gun untuk tidak sekedar
menjadi thriller acton berbasis drama sederhana yang terkesan biasa,
harus sesak, harus kompleks, banyak konflik yang menimbulkan tanda tanya
yang juga membawa masuk bencana.
Sangat suka pada film yang kompleks, tapi juga dengan sebuah syarat
mereka di berikan perlakuan yang baik. Disini tidak, dibiarkan
mondar-mandir dengan gerak liar dalam narasi yang tidak pernah terasa
ketat, perputaran plotline yang kasar seperti terus berupaya untuk
membuat penontonnya sibuk menebak tapi sayangnya tidak disertai dengan
semangat yang menarik.
Upaya sinematik yang mencoba untuk tampil stylish juga tidak mampu
menyelamatkan cerita yang sangat lemah dan kurang menarik dalam hal
motivasi ini, kombinasi studi karakter dengan plot berbelit-belit yang
menodai kesan heroik anti-hero karakter, serta adrenalin pumping yang
bergaya tapi sayangnya selalu terasa kekurangan nyawa.
Showdown di bagian akhir harus diakui mampu memberikan sebuah tontonan
yang cukup menarik, tapi proses atau jalan ketika penonton di bawa
menuju kesana itu yang miskin daya tarik. Terlalu berambisi, andai unsur
crime dengan pengulangan pada sosok penjahat yang membosankan penuh
hiruk pikuk show-off itu ditekan kuantitasnya, kemudian fokus ditaruh
pada perjuangan internal dan eksternal Gon dengan bantuan Mo-gyeong, ini
mungkin dapat menjadi sebuah action-thriller yang simple dan menarik,
karena pada dasarnya dapat dikatakan dua aktor utama yang dimiliki oleh
Jang Dong-gun punya kemampuan untuk mengaduk-aduk cerita dengan
permainan drama yang intens mengandalkan emosi.
Seperti yang disebutkan di awal tadi, mereka yang memilih salah satu
dari tiga opsi itu sebagai alasan menyaksikan film ini dua diantaranya
mungkin tidak akan begitu merasakan kekecewaan yang besar. Saya datang
karena Kim Min-hee, aktris yang saya kenal pertama kali pada Hellcats
(thanks to So-hee), dan kembali memberikan emosi yang memuaskan seperti
yang ia terakhir lakukan di Very Ordinary Couple.
Begitupula dengan Jang Dong-Gun dengan gejolak jiwa yang cukup
meyakinkan. Masalahnya terletak pada akting disekitar mereka, Brian Tee,
Kim Joon-Sung, serta Kim Hee-Won tidak punya karakter yang memiliki
alasan yang kuat didalam cerita dibalik pengulangan yang konsisten
mereka hadirkan.
Overall, No Tears for the Dead (Wooneun Namja) adalah film yang cukup
memuaskan. Kalimat “untung saja” hadir ketika film telah selesai, karena
tidak seperti lagu Smooth Operator dibagian awal film ini tidak punya
sebuah petualangan yang halus, kinerja yang kurang memuaskan pada
perputaran narasi dengan masalah dalam plot yang kurang intes dan
berbelit-belit tanpa disertai motivasi serta semangat yang menarik itu
mampu diselamatkan oleh sisi drama yang justru mampu menghadirkan emosi
yang menarik hanya dengan menggunakan masalah yang sederhana.
Sumber,